Minggu, 05 Agustus 2012

Asuhan Keperawatan Skizofrenia

1.         Pengertian
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46).

2.         Penyebab
a.       Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %,  bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 vtelur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % ( Maramis, 1998; 215 ).
b.      Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
c.       Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun  serta pada penderita denga stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini  masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
d.      Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefak pada waktu membuat sediaan.
e.       Teori Adolf Meyer :
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis  atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
f.       Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yang berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisme dan (3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psiko analitik tidak mungkin.
g.      Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia  menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
h.      Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macaam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
i.        Ringkasan
Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor pencetus ( presipitating factors ) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnya terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218 ).

3.         Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :
a.       Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
b.      Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antaraa 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi banyaak sekali.
c.       Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d.      Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek  emosi dan kemauan.
e.       Episode Skizofrenia akut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
f.       Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.
g.      Skizofrenia Skizo-Afektif
Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejala depresi (skizo depresif ) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.

B.       KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.         Pengkajian
Simtomatologi ( Data Subjektif dan Objektif ) pada klien dengan Skizofrenia, Delusi dan kelainan-kelainan yang berhubungan dengan Psikosis didapatkan (Townsend , 1998; 148 ):
a.         Autisme
Merupakan suatu keadaan yang berfokus pada batiniah (inner side ). Seseorang mungkin saja menciptakan dunia sendiri. Kata-kata  dan kejadian-kejadian tertentu mungkin mempunyaai arti yang khusus untuk orang psikosis, arti suatu simbolik alamiah yang hanya mengerti oleh individu tersebut.
b.        Ambivalensi emosi
Kekuatan emosai cinta, benci dan takut menghasilkan banyak konflik dalam diri seseorang. Setiap kali terjadi kecenderungan untuk mengimbangi orang lain sampai netralisasi emosional terjadi dan akibatnya individu tersebut akan mengalami kelesuan atau rasa acuh tak acuh.
c.         Afek tak sesuai
Afeknya datar, tumpul dan seringkali tidak sesuai (misalnya pasien tertawaa saat menceritakan kematian salah seorang orang tuanya).
d.        Kehilangan Asosiatif
Istilah ini menggambarkan disorganisasi pikiran yang amat sangat dan bahasa verbal dari orang yang psikosis. Pikirannya sangat cepat , disertai dengan perpindahaan ide dari suatu pernyataan kepernyataan berikut.
e.         Ekolalia
Orang yang psikosis seringkali mengulangi kata-kata yang didengarnya.
f.          Ekopraksia
Orang yang psikosis seringkali mengulangi gerakan orang lain yang dilihatnya (Ekolalia dan ekopraksia adalah hasil dari  batas ego seseorang yang sangat lemah).
g.         Neologisme
Orang yang psikosis  seringkali mengulangi kata-kata yang didengarnya.
h.        Pikiran konkrit
Orang psikosis memiliki kesukaran untuk berpikir abstrak dan mengartikan hanya secara harafiah aspek-aspek yang ada dilingkungannya.
i.           Asosiasi gema / clang
Orang psikosis menggunakan kata-kata bersajak dengan suaatu pola yang menyimpang dari ketentuan yang sebenarnya.
j.          Kata-kata tak beraturan
Orang yang psikosis akan memakai kata-kata bersama-sama secara acak dan tak beraturan tanpa hubungaan yang logis.
k.        Delusi
Istilah ini menunjukkan adanya ide-ide atau keyakinan-keyakinan yang salah. Jenis-jenis waham ini mencakup :
(1)      Kebesaran
Seseorang memiliki suatu perasaan berlebihan dalam kepentingan atau kekuasaan.
(2)      Curiga
Seseorang merasa terancam dan yakin bahwa orang lain bermaksud untuk membahayakan atau mencurigai dirinya.
Semua kejadian dalam lingkungan sekitarnya diyakini merujuk/terkait kepada dirinya.
(3)      Kontrol
Seseorang percaya bahwa obyek atau orang tertentu mengontrol perilakunya.
l.           Halusinasi
Istilah ini menggambarkan persepsi sensori yang salah yang mungkin meliputi salah satu dari kelima pancaindra. Halusinasi pendengaran dan penglihatan yang paling umum terjadi, halusinasi penciuman, perabaan, dan pengecapan juga dapat terjadi.
m.      Regresi
Suatu mekanisme pertahanan ego yang paling mendasar yang digunakan oleh seseorang psikosis. Perilaku seperti anak-anak dan tehnik-tehnik yang dirasa aman untuk dirinya digunakan. Perilaku sosial yang tidak sesuai dapat terlihat dengan jelas.
n.        Religius
Orang psikosis menjadi penuh dengaaan ide religius, pikiran mekanisme pertahanan yang digunakan dalam suatu usaha untuk menstabilkan dan memberikan struktur bagi pikiran dan perilaku disorganisasi.

Diagnosa Keperawatan dan Perencanaan
1. Resiko tinggi menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan sekitar          berhubungan dengan :
(1)      Kurang rasa percaya : kecurigaan terhadap orang lain
(2)      Panik
(3)      Rangsangan katatonik
(4)      Reaksi kemarahan/amok
(5)      Instruksi dari halusinaasi
(6)      Pikiran delusional
(7)      Berjalan bolak balik
(8)      Rahang kaku; mengepalkan tangan, postur tubuh yang kaku
(9)      Tindakan agresif : tujuan merusak secara langsung benda-benda yang berada dalam lingkungan sekitarnya
(10)  Perilaku merusak diri atau aktif; tindakan bunuh diri yang agresif
(11)  Perkataaan yang mengancam yang bermusuhan; tindakan menyombongkan diri untuk menyiksa orang lain secara psikologis
(12)  Peningkatan aktifitas motorik, langkah kaki, rangsangan, mudah tersinggung, kegelisahan.
(13)  Mempersepsikan lingkungan sebagai suatu ancaman.
(14)  Menerima “suruhan” melalui pendengaran atau penglihatan sebagai ancaman.
Perencanaan :
Sasaran / Tujuan  :
Tujuan Umum:
Pasien tidak akan menciderai  dirinya, orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus:
Dalam 2 minggu pasien dapat mengenal tanda-tanda peningkatan ansietas dan kegelisahan dan melaporkan kepada perawat agar diberikan intervensi sesuai kebutuhan.
     Intervensi dan rasional :
(a)      Pertahankan agar lingkungan pasien pada tingkat stimulus yang rendah (penyinaran rendah, sedikit orang, dekorasi yang sederhana, tingkat kebisingan rendah ).
Rasional :
Tingkat ansietas akan meningkat dalam lingkungan yang penuh stimulus. Individu yang ada mungkin dirasakan sebagai suatu ancaman karena mencurigakan, sehingga akhirnya membuat pasien agitasi.
(b)      Observasi secara ketat perilaku pasien (setiap 15 menit). Kerjakan hal ini sebagai suatu kegiatan yang rutin untuk menghindari timbulnya kecurigaan dalam diri pasien.
Rasional :
Observasi ketat merupakan hal yang penting, karena dengan demikian intervensi yang tepat dapat diberikan segera dan untuk selalu memastikan bahwa pasien berada dalam keadaan aman.
(c)      Singkirkan semua benda-benda yang dapat membahayakan dari lingkungan sekitar pasien,
Rasional:
Jika pasien berada dalam keadaan gelisah, bingung, pasien tidak akan menggunakan benda-benda tersebut untuk membahayakan diri sendiri maupun orang lain.
(d)     Coba salurkan perilaku merusak diri ke kegiatn fisik untuk menurunkan ansietas pasien (mis,memukuli karung pasir).
Rasional :
Latihan fisik adalah suatu cara yang aman dan efektf untuk menghilangkan ketegangan yang terpendam.
(e)      Staf harus mempertahankan dan menampilkan perilaku yang tenang terhadap pasien.
Rasional :
Ansietas menular dan dapat ditransfer dari perawat kepada pasien.
(f)       Miliki cukup staf yang kuat secara fisik yang dapat membantu mengamankan pasien jika dibutuhkan.
Rasional :
Hal ini dibutuhkan untuk mengontrol situasi dan juga memberikan keamanan fisik kepada staf.
(g)      Berikan obat-obatan tranquilizer sesuai program terapi pengobatan. Pantau keefektifan obat-obatan dan efek sampingnya.
Rasional :
Cara mencapai “ batasan alternatif yang paling sedikit “ harus diseleksi ketika merencanakan intervensi untuk psikiatri.
(h)      Jika pasien tidak menjadi tenang dengan cara “ mengatakan sesuatu yang lebih penting daripada yang dikatakan oleh pasien (menghentikan pembicaraan) “  atau dengan obat-obatan, gunakan alat-alat pembatasan gerak ( fiksasi ). Pastikan bahwa anda memiliki cukup banyak staf untuk membantu. Ikuti protokol yang telah ditetapkan oleh institusi. Jika pasien mempunyai riwayat menolak obat-obatan, berikan obat setelah fiksasi dilakukan.
(i)        Observasi pasien yang dalam keadaan fiksasi setiap 15 menit (sesuai kebijakan institusi). Pastikan bahwa sirkulasi pasien tidak terganggu (periksa suhu, warna dan denyut nadi pada ekstremitaas pasien). Bantu pasien untuk memenuhi, kebutuhannya untuk nutrisi, hidrasi dan eliminasi. Berikan posisi yang memberikan rasa nyaman untuk pasien dan dapat mencegah mencegah aspirasi.
Rasional :
Keamanan klien merupakan prioritas keperawatan.
(j)        Begitu kegelisahan menurun, kaji kesiapan pasien untuk dilepaskan dari fiksasi. Lepaskan satu persatu fiksasi pasien atau dikurangi secara bertahap, jangan sekaligus, sambil terus mengkaji respons pasien.
Rasional :
Meminimalkan resiko kecelakaan bagi pasien dan perawat.
Kriteria hasil :
(a) Ansietas dipertahankan pada tingkat dimana pasien tidak menjadi agresif
(b) Pasien memperlihatkan rasa percaya kepada oraang lain disekitarnya
(c) Pasien mempertahankan orientasi realitanya.


1.         Isolasi  sosial berhubungan dengan :
(1)      kurangnya rasa percaya diri kepada orang lain
(2)      panik
(3)      regresi ketahap perkembangan sebelumnya
(4)      waham
(5)      sukar berinteraksi dengan orang lain pada masa lampau
(6)      perkembangan ego yang lemah
(7)      represi rasa takut.

Batasan karakteristik :
(1)      Menyendiri dalam ruangan
(2)      Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata (mutisme, autisme ).
(3)      Sedih, afek datar
(4)      Adanya perhatian dan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan usianya
(5)      Berfikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri, tindakan yang berulang-ulang dan bermakna
(6)      Mendekati perawat untuk berinteraksi namun kemudian menolak untuk berespons terhadap penerimaan perawat terhadap dirinya.
(7)      Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian kepada orang lain.

Perencanaan :
Tujuan
Tujuan Umum:
Pasien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama pasien lain dan perawat dalam aktivitas kelompok di unit rawat inap.
Tujuan khusus:
Pasien siap masuk dalam terapi aktifitas ditemani oleh seorang perawat yang dipercayanya dalam satu minggu.
Intervensi:
(a)      Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak yang sering tapi singkat.
Rasional :
Sikap menerima dari orang lain akan meningkatkan harga diri pasien dan memfasilitasi rasa percaya kepaada orang lain.

(b)      Perlihatkan penguatan positif kepada pasien
Rasional :
Membuat pasien merasa menjadi seseorang yang akan berguna.
(c)      Temani pasien untuk memperlihatkan dukungan selama aktivitas kelompok yang mungkin merupakan hal yang menakutkan atau sukar untuk pasien
Rasional :
Kehadiran seseorang yang dipercayai akan memberikan rasa aman kepada klien.
(d)     Jujur dan menepati semua janji
Rasional:
Kejujuran dan rasa membutuhkan menimbulkan suatu hubungan saling percaya.
(e)      Orientasikan pasien pada waktu, orang, tempat, sesuai kebutuhan.
Rasional:
(f)       Berhati-hatilah dengan sentuhan. Biarkan pasien mendapat ruangan extra dan kesempatan untuk keluar ruangan jika pasien menjadi begitu ansietas.
Rasional :
Pasien yang curiga dapat saja menerima sentuhan sebagai suatu bahasa tubuh yang mengisyaratkan ancaman.
(g)      Berikan obat-obat penenang sesuai program pengobatan pasien. Pantau keefektifan dan efek samping obat.
Rasional :
Obat-obatan anti psikosis menolong untuk menurunkan gejala-gejala psikosis pada seseorang, dengan demikian memudahkan interaaksi dengan orang lain.
(h)      Diskusikan dengan pasien tanda-tanda peningkatan ansietas dan tehnik untuk memutus respon ( misalnya latihan relaksasi, “berhenti berfikir “ ).
Rasional :
Perilajku maladaptif seperti menarik diri dan curiga dimanifestasikan selama terjadi peningkatan ansietas.
(i)        Berikan pengakuan dan penghargaan tanpa disuruh pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Rasional :
Penguatan akan meningkatkan harga diri pasien dan mendoirong terjadinya pengulangan perilaku tersebut.
Kriteria hasil :
(a)      Pasien dapat mendemonstrasikan keinginan dan hasrat untuk bersosialisasi dengan orang lain
(b)      Pasien dapat mengikuti aktivitas kelompok tanpa disuruh
(c)      Pasien melakukan pendekatan interaaaaksi satu-satu dengan orang lain dengan cara yang sesuai / dapat diterima.

2.         Koping Individu tak efektif berhubungan dengan :
(1)      Ketidakmampuan untuk percaya kepada orang lain
(2)      Panik
(3)      Kesensitifan ( kerentanan ) seseorang
(4)      Rendah diri
(5)      Contoh peraan negatif
(6)      Menekan rasa takut
(7)      Sistem pendukung tidak adekuat
(8)      Ego kurang berkembang
(9)      Kemungkinan faktor heriditer
(10)  disfungsi sistem keluarga.

Batasan Karakteristik :
(1)      kelainan daalam partisipasi sosial
(2)      ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar
(3)      penggunaan mekanisme pertahanan diri tidak sesuai
Perencanaan
Tujuan
Tujuan umum
Pasien dapat menggunakan koping adaptif, yang dibuktikan oleh adanya kesesuaian antara interaksi dan keinginan untuk berpartisipasi dalam masyarakat.
Tujuan khusus :
Pasien akan mengembangkan rasa percaya kepada orang lain,
pasien tidak mudah panik
pasien  dapat mengontrol rasa takut dan rendah diri

Intervensi dan rasional :
(a)      Dorong perawat yang sama untuk bekerjasama dengan pasien sebanyak mungkin
Rasional :
Mempermudah perkembangan hubungan saling percaya.
(b)      Hindari kontak fisik
Rasional
Pasien yang curiga mungkin mengartikan sentuhaan sebagai bahasa tubuh yang mengisyaratkan ancaman.
(c)      Hindari tertawa, berbisik-bisik, atau bicara pelan-pelan didekat pasien sehingga pasien daapat melihat hal tersebut namun tak dapat mendengar apa yang dibicarakan.
Rasional
Pasien curiga seringkali yakin bahwa orang lain sedang membicarakan dirinya, dan sikap yang serba rahasia akan mendukung munculnya rasa curiga.
(d)     Jujur dan selalu tepati janji.
Rasional
Kejujuran rasa membutuhkan orang lain akan mendukung munculnya suatu hubungan saling percaya.
(e)      Kemungkinan besar dibutuhkan pendekataaan yang kreatif untuk mendukung masukan makanan ( misalnya makanan kaleng, makanan milik pribadi atau makanan khas keluarga yang akan memberikan kesempatan lebih besar untuk hal ini ).
Rasional
Pasien curiga sering yakin bahwa mereka akan diuracuni sehingga pasien menolak untuk makan makanan yang disiapkan oleh seseorang dalam piringnya.
(f)       Periksa mulut pasien setelah minum obat
Rasional
Meyakinkan bahwa pasien telah menelan obatnya dan tidak mencoba obat tersebut.
(g)      Jangan berikan kegiatan yang bersifat kompetitif. Kegiatan yang mendukung adanya hubungan interpersonal ( satu-satu ) dengan perawat atau terapis adalah kegiatan yang terbaik.
Rasional
Kegiatan kompetitif merupakan kegiatan yang sangat mengancam paasien-pasien curiga.
(h)      Motivasi pasien untuk mengatakan perasaan yang sebenarnya. Perawat harus menghindari sikap penolakan tehadap perasaan maraah yang ditujukan pasien langsung kepada diri perawat.
Rasional
Mengungkapkan perasaan secara verbal dalam suatu lingkungan yang tidak mengancam mungkin akan menolong pasien untuk sampai kepada saat tertentu dimana pasien dapat mencurahkan perasaan yang telah lama terpendam.
(i)        Sikap asertif, sesuai kenyataan, pendekatan yang bersahabat akan menjadi hal yang tidak mengancam pasien yang curiga.
Rasional
Pasien curiga tidak memiliki kemampuan untuk berhubungaan dengan sikap yang bersahabat atau yang ceria sekali.
Kriteria Hasil :
(a)      Pasien dapaat menilai situasi secara realistik daan tidak melakukan tindakan projeksi perasaannya dalam lingkungan tersebut.
(b)      Pasien dapat mengakui dan mengklarifikasi kemungkinan salah interpretasi terhadap perilaku dan perkataan orang lain
(c)      Pasien makan makanan dari piring Rumah Sakit dan minum obat tanpa memperlihatkan rasa tidak percaya
(d)     Pasien dapat berinteraksi secara tepat / sesuai dengan kooperatif dengan perawat dan rekan-rekannya.


3.         Perubahan persepsi sensori : Pendengaran/penglihatan berhubungan dengan :
(1)      panik
(2)      menarik diri
(3)      strss berat, mengancam ego yang lemah.
Batasan karakteristik :
(1)      berbicara dan tertawa sendiri
(2)      bersikap seperti mendengarkaan sesuatu ( memiringkan kepala kesatu sisi seperti jika seseorang sedang mendengarkan sesuatu ).
(3)      Berhenti berbicara ditengah-tengah kalimat unutk mendengarkaan sesuatu
(4)      Disorientasi
(5)      Konsentrasi rendah
(6)      Pikiran cepat berubah-ubah
(7)      Kekacauan alur fikiran
(8)      Respon yang tidak sesuai

Perencanaan :
Tujuan
Tujuan umum
Pasien dapat mendefinisikan dan memeriksa realitas, mengurangi terjadinya halusinasi.
Tujuan khusus :
Pasien dapat mendiskusikan isi halusinasinya dengan perawat dalaam waaktu 1 minggu.
Intervensi dan rasional :
(a)      Observasi pasien dari tanda-tanda halusinasi ( sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, terdiam ditengah-tengah pembicaraan ).
Rasional :
Intervensi awal akan mencegaah respons agresif yang diperintah dari halusinasinyaa.
(b)      Hindari menyentuh pasien sebelum mengisyaratkan kepadanya bahwa kita juga tidak apa-apa diperlakukan seperti itu
Rasional :
Pasien dapat saja mengartikan sentuhan sebagaai suatu ancaman dan berespons dengan cara yang agresif.
(c)      Sikap menerima akan mendorong pasien untuk menceritakan isi halusinaasinya dengan perawat.
Rasional
Penting untuk mencegah kemungkinan terjadinya cedera terhadap pasien atau orang lain karena adanya perintah dari halusinasi.
(d)     Jangan dukung halusinasi. Gunakan kata-kata “suara tersebut” daripada kata-kata “mereka” yang secara tidak langsung akan memvalidasi hal tersebut. Biarkan pasien tahu bahwa perawat tidak sedang membagikaan persepsi. Katakan “meskipun saya menyadari bahwa suara-suara tersebut nyata untuk anda, saya sendiri tidak mendengarkan suara-suara yang berbicara apapun.”
Rasional
Perawat harus jujur kepada pasien sehingga pasien menyadari bahwa halusinasi    tersebut adalah tidak nyata.
(e)      Coba untuk menghubungkan waktu terjadinya halusinasi dengan waktu meningkatnmya ansietas. Bantu pasien untuk mengerti hubungaan ini.
Rasional :
Jika pasien dapat belajar untuk menghentikan peningkatan ansietas, halusinasi dapat dicegah.
(f)       Coba untuk mengalihkan pasien dari halusinasinya.
Rasional
Keterlibatan pasien dalam kegiatan-kegiataan interpersonal dan jelaskan tentang situasi kegiatan tersebut, hal ini akan menolong pasien untuk kembali kepada realita.
Kriteria hasil
(a)      Pasien dapat mengakui bahwa halusinasi terjadi pada saat ansietas meningkat secara ekstrem.
(b)      Pasien dapat mengatakan tanda-tanda peningkatan ansietas dan menggunakan tehnik-tehnik tertentu untuk memutus ansietas tersbut

4.         Kurang perawatan diri berhubungan dengan :
(1)      menarik diri
(2)      regresi
(3)      dissability

Batasan Karakteristik :
(1)      mengalami kesukaran dalam mengambil atau ketidakmampuan untuk membawa makanan dari piring kedalam mulut
(2)      ketidakmampuan / menolak untuk membersihkan tubuh atau bagian-bagian tubuh
(3)      ketidakmampuan atau kurangnya minat dalam memilih pakaiaan yang sesuai untuk dikenakan, berpakaian, merawat atau mempertahankan penampilan pada tahap yang memuaskan.     
(4)      Ketidakmampuan atau tidak adanya keinginan untuk melakukan defekasi dan berkemih tanpa bantuan.

Perencanaan
Tujuan :
Tujuan umum
Pasien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri
Tujuan khusus
Pasien mengerti tentang perlunya perawatan diri
Pasien dapat melakukan perawatan diri dengan  bantuan minimal
Intervensi:
(a)      Kaji pengetahuan klien tentang perlunya perwatan diri
Rasional : identifikasi pemahaman klien, memudahkan penetapan intervensi selanjutnya
(b)      Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan ketidakmampuannya merawat diri
Rasional : Eksplorasi perasaan mempermudah penilaian ketidakmampuan klien
(c)      Dukung kemandirian pasien, tapi berikan bantuan saat pasien tidak mampu melakukan beberapa kegiatan.
Rasional
Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas dalam keperawatan.
(d)     Berikan pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuannya merawat diri
Rasional :
Penguatan positif akan meningkatkan harga diri daan mendukung terjadinya pengulanganperilaku yang diharaapkan.
(e)      Demonstrasikan pada pasien cara melakukan perawatan diri yang sulit dilakukan pasien.
Rasional :
Dengan contoh / tindakan secara langsung akan lebih diingat oleh pasien.
(f)       Jika pasien mengotori dirinya, tetapkan jadwal rutin untuk kebutuhan defekasi dan berkemih. Bantu pasien kekamar mandi setiap satu atau 2 jam sesuai jadwal yang telah ditetapkan sesuai kebutuhan, sampai pasien mampu memenuhi kebutuhan tanpa bantuan.
Kriteria hasil :
(a)      pasien makan sendiri tanpa bantuan
(b)      pasien memilih pakaian yang sesuai, berpakaian dan merawat dirinya tanpa bantuan
(c)      pasien mempertahankan kebersihan diri secara optimal dengan mandi setiap hari
(d)     pasien dapat melakukan prosedur defekasi dan berkemih tanpa bantuan.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA KEPALA


A.    Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala
  • Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.
  • Bila  daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur. 
  • Berat/ringannya cedera tergantung pada :
1.      Lokasi yang terpengaruh :
Ü  Cedera kulit.
Ü  Cedera jaringan tulang.
Ü  Cedera jaringan otak.
     2.      Keadaan kepala saat terjadi benturan.
  • Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK) 
  • TIK dipertahankan oleh 3 komponen :
1.      Volume darah /Pembuluh darah  (± 75 - 150 ml).
2.      Volume Jaringan Otak (±. 1200 - 1400 ml).
3.    Volume LCS (± 75 - 150 ml).

B.     Etiologi
1.      Kecelakaan
2.      Jatuh
3.      Trauma akibat persalinan.

Gejala :
1.      Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.
2.      Muntah proyektil.
3.      Papil edema.
4.      Kesadaran makin menurun.
5.      Perubahan tipe kesadaran.
6.      Tekanan darah menurun, bradikardia.
7.      An isokor.
8.      Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.

Tipe Trauma kepala :
1.      Trauma kepala terbuka.
2.      Trauma kepala tertutup.

Trauma kepala terbuka :
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :
Ü  Merobek duramater -----LCS merembes.
Ü  Saraf otak
Ü  Jaringan otak.

Gejala fraktur basis :
Ü  Battle sign.
Ü  Hemotympanum.
Ü  Periorbital echymosis.
Ü  Rhinorrhoe.
Ü  Orthorrhoe.
Ü  Brill hematom.

Trauma Kepala Tertutup :
1.      Komosio
2.      Kontosio.
3.      Hematom epidural.
4.      Hematom subdural.
5.      Hematom intrakranial.

Komosio / gegar otak :
Ü  Cidera kepala ringan
Ü  Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
Ü  Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.
Ü  Tanpa kerusakan otak permanen.
Ü  Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
Ü  Disorientasi sementara.
Ü  Tidak ada gejala sisa.
Ü  MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.
Ü  Tidak ada terapi khusus.
Ü  Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri -- pulang.
Ü  Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.

Kontosio Cerebri / memar otak :
Ü  Ada memar otak.
Ü  Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.
Ü  Gejala :
-         Gangguan kesadaran lebih lama.
-         Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.
-         Gejala TIK meningkat.
-         Amnesia retrograd lebih nyata.

Hematom Epidural :
Ü  Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
Ü  Lokasi tersering temporal dan frontal.
Ü  Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
Ü  Katagori talk and die.
Ü  Gejala : (manifestasi adanya  proses desak ruang).
-  Penurunan  kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.

Hematom Subdural :
Ü  Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
Ü  Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.
Ü  Akut :
- Gejala 24 - 48 jam.
- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
- PTIK meningkat.
- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.

Ü  Sub Akut :
-    Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat --- kesadaran menurun.

Ü  Kronis :
-Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.
-Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
-Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.

Hematom Intrakranial :
Ü  Perdarahan intraserebral  ± 25 cc atau lebih.
Ü  Selalu diikuti oleh kontosio.
Ü  Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak.
Ü  Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.

Pengaruh Trauma Kepala :
Ü  Sistem pernapasan
Ü  Sistem kardiovaskuler.
Ü  Sistem Metabolisme.

Sistem Pernapasan :
Ü  Chyne stokes.
Ü  Hiperventilasi.
Ü  Apneu.

Sistem Kardiovaskuler :
Ü  Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.
Ü  Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :
-Disritmia.
-Fibrilasi.
-Takikardia.
Ü  Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. ---- curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.

Sistem Metabolisme :
Ü  Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.
Ü  Dalam keadaan stress fisiologis.

Pengkajian
            Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagi berikut :
1.      Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penagnggung jawab, dll.
2.      Riwayat Kesehatan :
Pada umumnya pasien dengan trauma kepala, datang ke rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15), bingung, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi spuntum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga, dan adanya kejang.
Riwayat penyakit dahulu :
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dnegan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi pronosa pasien.
3.      Pemeriksaan Fisik :
Aspek Neurologis :
Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya hemiparese.
Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan  getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertajhankana keseimabangan tubuh.
Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral. Nervus II (Optikus), pada trauma frontalis : memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala penglihatan. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.
Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan tekanan intrakranial.
Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.
Aspek Kardiovaskuler :
Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepalal hingga kaki.
Aspek sistem pernapasan :
Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.
Aspek sistem eliminasi :
Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar/lemah, aanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan.

Glasgow Coma Scale :
I.       Reaksi Membuka Mata.
           4. Buka mata spontan.
      3. Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara.
                2. Buka mata bila dirangsang nyeri.
      1. Tidak reaksi dengan rangsangan apapun.

II.    Reaksi Berbicara
            4. Komunikasi verbal baik, jawaban tepat.
            3. Bingung, disorentasi waktu, tempat dan person.
                 2. Dengan rangsangan, reaksi hanya berupa kata  tidak membentuk kalimat.
 1. Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun.

III.      Reaksi Gerakan Lengan / Tungkai
  6. Mengikuti perintah.
            5. Dengan rangsangan nyeri dapat mengetahui tempat rangsangan.
       4. Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan.
       3. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal.
 2. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi extensi abnormal.
            1. Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

4.      Pengkajian Psikologis :
Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.
Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.

5.      Data spiritual :
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.

6.      Pemeriksaan Diagnostik :
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa medis adalah :
1.        X-Ray tengkorak.
2.        CT-Scan.
3.        Angiografi.

7.      Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :
Obat-obatan :
ò      Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.
ò       Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
ò     Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
ò    Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
ò   Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
ò   Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.
ò       Pembedahan.

Prioritas Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan peredaran darah karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma).
2.   Potensial atau aktual tidak efektinya pola pernapasan, berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medulla oblongata.
3.  Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan adanya proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.
4.   Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dnegan penurunan produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.
5.  Aktual/Potensial terjadi gangguan kebutuhannutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan  berkurangnya kemampuan menerima nutrisi akibat menurunnya kesadaran.
6.    Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi, aturan terapi untuk tirah baring.
7.    Gangguan persepsi sensoris berhubungan dengan penurunan daya penangkapan sensoris.
8. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dnegan masuknya kuman melalui jaringan atau kontinuitas yang rusak.
9.  Gangguan rasa nyaman : Nyeri kepala berhubunagn dnegan kerusakan jaringan otak dan perdarahan otak/peningkatan tekanan intrakranial.
10.  Gangguan rasa aman : Cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.

Intervensi :
1.  Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan perfusi jaringandan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2.      Monitor GCS dan mencatatnya.
R/ Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan menentukan lokasi dari lesi.
3.      Memonitor tanda-tanda vital.
R/ Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan merupakan tanda penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diatolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intra kranial. Hipovolumik/hipotensi merupakan manifestasi dari multiple trauma yang dapat menyebabkan ischemia serebral. HR dan disrhytmia merupakan perkembangan dari gangguan batang otak.
4.      Evaluasi pupil.
R/  Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatik dan parasimpatik merupakan respon reflek nervus kranial.
5.      Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.
R/ Kemungkinan injuri pada otak besar atau batang otak. Penurunan reflek penglihatan merupakan tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan merupakan reflek dari gangguan medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya injuri pada otak piramidal.
6.      Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
R/ Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan ICP.
7.      Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaa membran mukosa.
R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.
8.      Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang banyak pada kepala.
R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada vena cerebral dan meningkatkan ICP.
9.      Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
R. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan komulatif.
10. Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.
11. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan ICP.
12. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
R/ Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatakan ICP.
13. Palpasi pada pembesaran/pelebaran blader, pertahankan drainage urin secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.
R/ Dapat meningkatkan respon automatik yang potensial menaikan ICP.
Kolaborasi :
14. Naikkan kepala pada tempat tidur/bed 15 - 45 derajat sesuai dengan tolenransi/indikasi.
R/ Peningkatan drainage/aliran vena dari kepala, mengurangi kongesti cerebral dan edema/resiko terjadi ICP.
15. Berikan cairan intra vena sesuai dengan yang dindikasikan.
R/ Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menguransi edema cerebral,  peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan ICP.
16. Berikan Oksigen.
R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan volume darah dan menaikkan ICP.
17. Berikan obat Diuretik contohnya : mannitol, furoscide.
R/ Diuretik mungkin digunakan pada pase akut untuk mengalirkan air dari brain cells, dan mengurangi edema cerebral dan ICP.
18. Berikan Steroid contohnya : Dextamethason, methyl prednisolone.
R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.
19. Berikan analgesik dosis tinggi contoh : Codein.
R/ Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada ICP tetapi dapat digunakan dengan sebab untuk mencegah.
20. Berikan Sedatif contoh : Benadryl.
R/ Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi.
21. Berikan antipiretik, contohnya : aseptaminophen.
R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.



DAFTAR  PUSTAKA


Carpenito, L.P. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed.2. Jakarta : EGC.

Komite Keperawatan RSUD Dr. Soedono Madiun. (1999). Penatalaksanaan Pada Kasus Trauma Kepala. Makalah Kegawat daruratan dalam bidang bedah. Tidak dipublikasikan.

Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Kperawatan). Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Bandung.

Makalah Kuliah Medikal bedah PSIK FK Unair Surabaya. Tidak Dipublikasikan

Reksoprodjo, S. dkk. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina rupa Aksara.

Rothrock, J.C. (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC.

Tucker, S.M. (1998). Standart Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi. Ed. 1 . Jakarta : ECG.